WAW!!! ADA CAK NUN di TEATER PERDIKAN SENGKUNI 2019 (PENTAS PERDANA) DI YOGYAKARTA

PANGGUNG KOSONG TEATER PERDIKAN SENGKUNI 2019
____________________________________________________________________________________________________

Panggung Kosong Teater Perdikan, Sengkuni 2019

Nama tokoh wayang Sengkuni kembali diperbincangkan, namun kali ini Sengkuni justru menjadi lakon. Dalam naskah yang ditulis budayawan Emha Ainun Najib, Sengkuni diibaratkan sebagai watak yang ada di dalam diri manusia. Lakon yang bermuka dua, culas, licik, dan secara rapat-rapat menyembunyikan sosok Sengkuni di dalam dirinya. Namun pada akhirnya Sengkuni yang diperankan oleh Joko Kamto ini menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya.

Teater Perdikan Sengkuni 2019 (TBY)

Kemudian, banyak penafsiran muncul, siapakah Sengkuni yang dimaksud dalam naskah tersebut?
____________________________________________________________________________________________________

NARATOR ATAU SENGKUNI? DIA, LAKON ANTAGONIS


Di beberapa kisah pewayangan yang menceritakan Sengkuni sebagai tokoh yang licik dan penuh dengki ternyata terdapat beberapa versi yang berbeda. Sosok Gandari misalnya, dalam kisah mahabarata Gandari adalah adik Sengkuni, sebaliknya dengan pewayangan, Gandari adalah kakak dari Sengkuni. Begitupun dengan jumlah saudara Sengkuni dan kisah penderitaannya, tak ada yang mengisahkan secara gamblang, bagaimana kehidupan Sengkuni. Bahkan tak ada satu kisah pun yang menokohkan sengkuni sebagai lakon yang notabene dijadikan panutan atau yan teraniaya dalam cerita.

Teater Perdikan Sengkuni 2019 - Joko Kamto memerankan Sengkuni dan Narator

Berbeda dengan Teater Sengkuni 2019 karya Cak Nun ini. Tokoh Sengkuni dijadikannya sebagai lakon. Dengan berbagai sudut pandang yang berbeda, tabir kejahatan Sengkuni dibuka begitu dalamnya, hingga mengerucut pada sebuah penderitaan. Usahanya untuk bertahan hidup di masa lalu, dimana ia harus memakan tubuh saudaranya sendiri sekaligus juga orangtuanya. Nampaknya kata “memakan” disini memang tak bisa serta-merta diartikan sebagai mengunyah atau menelan makanan. Banyak hal tersirat yang sengaja tak diungkap untuk memberikan arti yang lebih luas kepada penikmat teater ini.

Joko Kamto pemeran Sengkuni, sedianya adalah Narator yang membacakan cerita dan mengatur jalannya pertunjukkan. Namun, Joko Kamto jugalah Sengkuni, sang lakon dalam cerita. Penggambaran dua muka yang diperankan Joko Kamto ini tidaklah mudah untuk dimengerti. Bagaimana bisa sang narator menjadi lakon dan sang lakon yang menjadi narator. Jika memang demikian adanya, maka cerita yang terjadi bukanlah yang sesungguhnya terjadi, melainkan sekehendak narator sebagai lakon. Namun, dalam pementasan ini, narator banyak menjumpai kisah dan cerita yang tak sesuai kehendaknya yang membuat ia terkejut, kaget, dan bertanya-tanya. Begitulah sang Narator, ia tak mengendalikan jalan cerita, adakah peran Tuhan disini?

Intrik politik, cuplikan orasi, pemegang kekuasaan, turut digambarkan dalam penokohan karakter si Bagus. Seorang pemuda dari keluarga tak kaya, yang mencalonkan diri untuk menjadi seorang pejabat.

Selain itu ada pula sekelompok milenialis yang ‘ngerumpi berfaedah’ membahas si Sengkuni.
Banyak sudut pandang yang ditonjolkan, hingga pada akhirnya sang Narator kembali menampakan diri. Dengan gagah berani mengakui dirinya sebagai Sengkuni. Ia pun kemudian bertanya

“Kamu pernah menderita apa sehingga tega berbuat sedemikian lalim kepada rakyatmu sendiri?”

Dari pertanyaan ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sengkuni disini merujuk pada penguasa, pejabat, pemerintahan, dan politikus. Cak Nun dalam naskah ini juga menuturkan satu kalimat yang bisa penulis analogikan sebagai kesimpulan, dimana 

“Para Sengkuni yang mengendalikan Negara saling menuding Sengkuni satu sama lain. Itulah kesadaran bangsa Indonesia di tahun 2019.”
____________________________________________________________________________________________________

DARI SENGKUNI HINGGA DRUPADI


Melihat dari kisah wayang Mahabarata, Sengkuni adalah seorang mahapatih dan juga penasehat dari kerajaan Astina yang kala itu dikuasai oleh Kurawa. Dalam cerita pewayangan tersebut, Sengkuni digambarkan sebagai sosok yang sangat licik. Dimana pada akhir cerita, hanya seorang Bima yang mampu mengalahkan sengkuni.

Teater Perdikan Sengkuni 2019 (TBY)
Tokoh dalam wayang kerap dikaitkan dengan tokoh politik di Indonesia. Ada yang baik, ada juga yang jahat. Sengkuni jadi bahan diskusi, lantas mengapa karakter mitos wayang kerap disangkut pautkan dengan dunia nyata? Sesungguhnya terhadap hampir seluruh peristiwa elit di panggung negeri ini tidak sedang mempergulatkan keraitivitas kebangsaan dan sejarah secara mendasar, melainkan sedang menikmati tontonan ketoprak dan wayang.

Dalam konteks ini, bukan terutama pada fungsi dalang atas wayang, yang dalam politik sehari-hari kita sebut pencitraan, penokohan, rekayasa politik, dan peristiwa. Hingga mekanisme top down pemerintahan, kebijakan politik dan lain sebagainya. Dalam kosmos seni budaya wayang, tokohnya bukanlah manusia, sementara rakyat selalu anonym dan dianggap tidak memiliki kehendak atau apalagi kedaulatan. Wayang adalah kisah mengasikan mengenai raja-raja, ksatria, dewa dewi. Dunia pewayangan juga moncer di panggung birokrasi social politik negeri ini, hanya sayangnya tanah ini lebih sering memilih tokoh-tokoh wayang antagonis ketimbang si baik yang dengan penderitaan dan perjuangan luar biasa melawan fitnah hingga perlakuan keji dari para pendzalim yang disebut sebagai Sengkuni.

Sengkuni adalah pakar ilmu licik, dengki, dan iri hati. Singkat kata, pakarnya dzalim, mungkar lagi makar. Sengkuni, anak Prabu Gandara dari Kerajaan Plasajenar bernama asli aryasuman, lantaran omongannya culas, ia dijuluki Sengkuni, paduan kata dari "sangka" atau akibat dan "uni" atau ucapan. Dalam legenda Mahabarata, semenjak masa kanak-kanak, Sengkuni senantiasa menghasut dan memperdaya para Pandawa lalu menganak emaskan para Kurawa. Pertarungan saudara-saudara itu dikemas dalam kisah panjang dalam sekuel etos Baratayuda di Padang kurusetra.
____________________________________________________________________________________________________

KAMU DAN AKU ADALAH SENGKUNI


Cak Nun dalam pementasan Teater Perdikan Sengkuni 2019
Dari kisah Sengkuni 2019 ini, penulis dapat memahami bahwa tragedi saling tuding, siapa baik dan siapa jahat semakin menjadi-jadi. Bahkan kadang penulis menjadi ragu terhadap berita yang beredar. Namun, beberapa hal yang dapat diambil dari penampilan Teater Perdikan ini adalah bahwa sifat Sengkuni ada dalam diri seluruh manusia. Jika Sengkuni dalam lakon digambarkan pernah menderita sedemikian sakitnya sehingga ia pantas berbuat lalim, lantas apakah semua orang juga pantas? Sementara mereka tidak mengalami penderitaan seperti yang Sengkuni alami? Lantas kejahatan itu datang darimana, jika bukan tabiat manusia itu sendiri. Inilah yang kemudian membuka mata penulis, bahwa sesungguhnya setiap manusia memiliki sifat Sengkuni. Sedangkan dengan menyadari bahwa Si Lalim adalah Sengkuni, secara tidak langsung kita memahami penderitaan si Lalim, sehingga pendangan kita terhadap si Lalim tak jadi benci namun, iba dan kasihan. Betapa menderitanya Si Lalim dahulu, sehingga ia bisa berbuat begini.

Kisah Sengkuni ini juga membuat penulis mengerti bahwa apa yang terjadi saat ini bukanlah atas kesalahan siapa atau sebab musabab siapa. Namun karena tingkah laku kita sendiri. Satu-satunya yang wajib dipersalahkan adalah diri, bahwa diri ini masih menonjolkan watak Sengkuni, sehingga menyulut Sengkuni-Sengkuni lain. Hasilnya negeri ini saling tuduh Sengkuni. Tapi kembali lagi, kesadaran bahwa dia Sengkuni seperti aku pun Sengkuni, bahwa kita memiliki penderitaan yang sama. Lalu mengapa harus saling menyakiti karena sama-sama menderita?

“Tokoh yang berhasil mencitrakan dirinya baik, kita puji-puji seakan-akan tidak memiliki sisi negatif (padahal Sengkuni bersarang di dalam tubuhnya). Sebaliknya, mereka yang punya citra jelek kita habisi, seakan-akan sama sekali tidak memiliki sisi baik.”

“Pilihannya adalah apakah kita akan terus berperan sebagai Sengkuni yang rendahan atau kita memiilih untuk menjadi lebih beradab? Pilihannya ada di tangan anda."
____________________________________________________________________________________________________

Komentar

Posting Komentar